Viral Meme 'Haji Thariq', Berikut Sejarah Gelar Haji di Indonesia

TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa waktu lampau viral meme Haji Thariq di media sosial. Meme ini muncul setelah video singkat Lenggogeni Faruk, ibu Thoriq Halilintar, menceritakan anaknya itu sudah melaksanakan haji saat usianya tetap dua bulan. “Jadi dia ini adalah Haji Thoriq ya, Haji Thoriq,” katanya.

Sejarah panggilan haji di Indonesia

Panggilan alias gelar haji mempunyai sejarah panjang. Di Indonesia, orang nan baru pulang dari menunaikan haji biasanya bakal mendapatkan gelar haji. Gelar ini diberikan untuk menunjukkan mereka telah melaksanakan ibadah haji. 

Menurut sejarawan Nahdlatul Ulama (NU), Abdul Mun’im DZ, gelar haji telah lama diberikan kepada umat Islam di Indonesia dan bukan berasas Ordonansi Belanda pada 1859. Bahkan, para ustadz dan raja di Riau telah menggunakan gelar tersebut sejak abad ke-17 dan ke-18.

Dia menyatakan bahwa Ordonansi Belanda baru diterapkan pada 1859, dan penggunaan gelar haji baru efektif dilakukan pada 1872, setelah Belanda memperoleh konsulat di Jeddah.

Sementara itu, mendiang Agus Sunyoto, seorang arkeolog Islam Nusantara, menyatakan bahwa gelar haji mulai muncul sejak 1916. Pada masa itu, gelar haji menjadi signifikan dalam konteks pergerakan politik kebangsaan dan kekuasaan kolonial di awal abad ke-20, sehingga membikin pemerintah kolonial Belanda khawatir.

Penggunaan gelar haji membawa akibat besar, khususnya dalam menggerakkan umat Islam untuk melakukan aktivitas politik dan kepercayaan melawan kolonialisme. Menurut Agus Sunyoto, sejarah penggunaan gelar haji ini mengenai erat dengan perlawanan umat Islam terhadap pemerintah kolonial Belanda.

Banyak aktivitas perlawanan nan dipelopori oleh pembimbing thariqah, haji, dan ustadz dari pesantren, sehingga membikin pemerintah kolonial kewalahan. Gelar haji tidak hanya menandakan kesalehan seseorang, tetapi juga memberikan otoritas politik dan meningkatkan derajat sosial-budaya.

Pada 1916, untuk memudahkan pengawasan, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan Ordonansi Haji nan mewajibkan setiap orang nan pulang dari haji untuk menggunakan gelar haji. Hal ini bermaksud agar lebih mudah diawasi oleh intelijen kolonial.

Agus Sunyoto menyebut bahwa sejak itu, setiap orang Indonesia nan pulang dari luar negeri diberi gelar haji untuk memudahkan pengawasan kolonial. Gelar haji ini kemudian menjadi simbol perlawanan dan kebangkitan umat Islam melawan penjajah.

Sejalan dengan pandangan Agus Sunyoto, Abdul Mun’im menyatakan bahwa penyematan gelar haji oleh Belanda digunakan untuk mengontrol dan mencatat pergerakan kaum nasionalis. Hal ini disebabkan lantaran banyak jemaah haji nan kembali dari Tanah Suci membawa semangat aktivitas kemerdekaan.

Setelah pulang dari haji, mereka sering kali menjadi tokoh nan militan dalam pergerakan tersebut. Sebagai contoh, perlawanan di Banten sering kali dipimpin oleh ustadz nan telah menunaikan ibadah haji.

Meskipun telah lama ada, penggunaan gelar haji ini semakin terstruktur sejak 1916 melalui Ordonansi Haji nan dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Gelar ini bukan hanya tanda kesalehan, tetapi juga menjadi simbol otoritas politik dan sosial-budaya nan berkedudukan besar dalam aktivitas perlawanan umat Islam.

KAKAK INDRA PURNAMA | NOVITA ADRIAN 

Pilihan Editor: Ziarah ke Makam Adjie Massaid, Thariq Halilintar Minta Izin Menikahi Aaliyah Massaid