Puan Peringatkan agar Revisi UU Wantimpres Tidak Tabrak Konstitusi

Trending 6 months ago

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPR Puan Maharani memperingatkan agar revisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden alias Wantimpres tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 maupun peraturan perundang-undangan lainnya.

Adapun DPR telah resmi mengusulkan revisi patokan ini. Nantinya, Wantimpres bakal diubah menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). "Jangan sampai perihal nan bakal kami telaah ini menyalahi UU apalagi UUD," kata Puan saat menggelar konvensi pers di Gedung Nusantara, Kamis, 11 Juli 2024.

Lebih lanjut, Puan menyatakan bahwa revisi UU Wantimpres ditujukan untuk memperkuat kedudukan dan kegunaan majelis pertimbangan nan bekerja membantu presiden. Dia juga belum bisa memastikan nama alias status majelis pertimbangan itu secara pasti. 

"Pembahasannya bakal kami kaji. Jangan sampai menyalahi patokan perundangan nan berlaku," tuturnya. 

Ketua Dewan Pimpinan Pusat DPR itu juga mengingatkam sebelum pembahasan dilakukan berbareng presiden dalam agenda pada 16 Agustus mendatang. Adapun DPR memasuki masa reses alias perhentian sidang sementara mulai besok, Jumat, 12 Juli, hingga pertengahan Agustus. 

Dukungan PAN

Anggota DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno menyatakan revisi patokan ini bakal memperjelas tugas dan kegunaan majelis pertimbangan dalam membantu presiden. Dia menilai keahlian Wantimpres belum optimal sehingga revisi patokan atas lembaga pemerintah itu diperlukan. 

"Bagaimana pun juga nan namanya majelis pertimbangan presiden kudu memberikan nasehat, masukan, kepada presiden ketika diminta ataupun tidak," kata Eddy saat ditemui wartawan di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta Pusat, hari ini.

Sekretaris Jenderal PAN itu menegaskan nantinya majelis pertimbangan itu bakal diisi oleh tokoh-tokoh nan dinilai krusial bagi presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto. Menurut dia, pertimbangan nan bisa membantu presiden itu meliputi bagian politik hingga perekonomian. "Saya kira itu sangat krusial agar presiden mempunyai pemahaman nan luas," ujarnya. 

Kritik Akademisi

Iklan

Peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengkritik pendapat perubahan Wantimpres menjadi DPA. Dia menilai buahpikiran tersebut tidak sesuai dengan konsep ketatanegaraan. 

"Enggak masuk logika desain-desain seperti itu," kata Herdiansyah kepada Tempo melalui sambungan telepon, Selasa, 9 Juli 2024.

Berdasarkan Pasal 2 draf revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden nan dilihat Tempo, Dewan Pertimbangan Agung adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Herdiansyah menjelaskan bahwa semestinya majelis pertimbangan nan membantu presiden masuk dalam kategori lembaga pemerintah. Menurut dia, mengklasifikasikan majelis pertimbangan tersebut sebagai lembaga negara merupakan langkah nan keliru. 

"Itu salah jika disebut sebagai lembaga negara. Di mana nan mengatakan itu lembaga negara?" ujarnya. 

Secara teori, jika majelis pertimbangan masuk dalam kategori lembaga pemerintah, maka dia berada di dalam bagian kekuasaan pelaksana dan posisinya di bawah presiden. Di sisi lain, jika majelis pertimbangan diklasifikasikan sebagai lembaga negara, maka dia berdiri sendiri dan mempunyai kedudukan nan sama dengan presiden. 

Lebih lanjut, Herdiansyah juga mengatakan bahwa pembentukan DPA tidak mempunyai dasar norma nan kuat di dalam konstitusi meski dulu lembaga itu pernah diatur secara unik dalam Bab IV UUD 1945.

"Setelah reformasi, lembaga itu ditarik (pemerintah) dan berubah menjadi Wantimpres," katanya. 

Pilihan editor: Aksi Mahasiswa Aliansi BEM Solo Raya: Soroti Revisi UU Kontroversial hingga Narasi Pulangkan Jokowi

More
Source