INFO NASIONAL – Muhammad Mufti Mubarok, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional alias BPKN, mendorong produsen besar air minum dalam bungkusan (AMDK) menjadi pelopor pencantuman label BPA pada bungkusan produknya.
“Setidaknya kudu ada brand besar nan memulai, agar kelak jadi contoh dan akhirnya diikuti perusahaan-perusahaan serupa di daerah,” kata Mufti melalui sambungan telepon kepada Info Tempo, Jumat, 5 Juli 2024.
Pernyataan Mufti ini menanggapi terbitnya peraturan BPOM tentang pemasangan label peringatan pada produk AMD, ialah Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Peraturan ini telah sah digulirkan sejak 1 April 2024.
Menurut Mufti, pemerintah dalam perihal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan alias BPOM mencantumkan dalam izin tersebut, bahwa AMDK wajib menyesuaikan dengan ketentuan ini paling lama empat tahun.
Artinya, di satu sisi menyadari bahwa produsen AMDK perlu biaya besar untuk mengubah semua prosed produksi terkait. “Kuantitas produksi air minum kan besar. Bahan baku banyak dari impor. Produksi juga nggak mudah mengubah begitu saja. Harus dari hulu ke hilir, kan kudu menambah biaya desain, label, dan lain-lain,” ucap Mufti.
Sebab itu, dia melanjutkan, diberi periode waktu hingga empat tahun. Namun, bukan berfaedah menunggu hingga waktu tenggat habis. “Harus dimulai dari sekarang. Kalau produsen besar nan duluan, kelak nan di wilayah jadi follower. Pelan-pelan semua berproses, akhirnya ikut semua,” ujar laki-laki asal Jawa Timur ini.
Sebagai informasi, Asosiasi Perusahaan AMDK Indonesia (Aspadin) mencatat bahwa ada 700 perusahaan AMDK di Indonesia nan menjadi personil asosiasi tersebut, dengan 85 persen di antaranya merupakan industri mini dan menengah (IKM).
Sedangkan dari sisi BPOM, kata Mufti, kudu segera mengeluarkan patokan turunan alias petunjuk teknis. “BPOM kudu bikin tahapan. Mulai dari sosialisasi ke asosiasi AMDK, lampau sosialisasi ke maysarakat. Mungkin waktunya bakal panjang, tapi sigap dimulai, ingat empat tahun itu tidak terasa. Sebentar lagi kita sudah masuk 2025.”
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tubagus Haryo menjabarkan lebih perincian langkah sosialisasi nan patut dijalankan BPOM. Pertama, melalui kampanye edukasi nan masif melalui media sosial, televisi, radio, dan media cetak.
Iklan
Kedua, mengadakan workshop dan seminar untuk produsen dan konsumen tentang ancaman BPA dan pentingnya peralihan ke bungkusan BPA-free. Ketiga, bekerja sama dengan asosiasi industri untuk memastikan produsen memahami dan menerapkan peraturan ini.
“Terakhir, jangan lupa mengintesifkan pengawasan dan inspeksi terhadap produsen untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan baru ini,” kata Haryo.
Haryo memastikan YLKI bersambung mendorong BPOM untuk melakukan audit dan inspeksi secara berkala untuk memastikan produsen mematuhi peraturan ini. “BPOM juga kudu memberikan hukuman tegas bagi produsen nan tidak mematuhi peraturan ini,” ujarnya.
YLKI juga bakal menjalankan kegunaan pembelaan guna memastikan memberikan info nan transparan mengenai pergantian bungkusan ke BPA-free. Salah satu langkah dengan mendorong produsen menggunakan label nan jelas dan mudah dipahami oleh konsumen mengenai produk BPA-free.
Seperti apa label nan kudu dicantumkan produsen AMDK? Ahli Farmokologi Profesor Junaidi Khotib menjelaskan, waktu tenggat selama empat tahun ini dapat digunakan oleh pelaku upaya AMDK mengganti jenis gallon nan lebih kondusif secara bertahap.
Sebenarnya isi label nan patut dicantumkan ialah tulisan “Dalam kondisi tertentu, bungkusan Polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan”. Namun, hingga empat tahun ke depan, kata Prof. Juanidi, perusahaan boleh tidak mencantumkan label ini.
“Hanya saja pelaku upaya kudu menyadari sepenuhnya bahwa mereka mempunyai tanggung jawab sosial dalam menjaga kesehatan masyarakat. Sehingga mereka juga tetap melakukan aktivitas nan mengarah pada pelabelan ‘Simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari mentari langsung dan benda-benda berbau tajam’. Itu harus,” ucap pengajar di Department Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga. (*)