TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengungkapkan dari tahun ke tahun umat Islam merayakan Tahun Baru Hijriah, termasuk menyambut 1 Muharram 1446 H tahun ini. Haedar pun mengingatkan jika momentum ini bukan sekadar memperingati dan menyemarakkan syiar.
“Semarak menyambut tahun baru hijrah dalam aktivitas di beragam lingkup organisasi maupun melalui media sosial boleh meluas sebagai syiar keislaman," kata Haedar, Ahad, 7 Juli 2024.
Peringatan itu, kata Haedar, diharapkan disertai memupuk kesadaran baru untuk maju di segala bagian kehidupan. "Jadikan peringatan hijrah sebagai jalan bermuhasabah sekaligus memaknai sejarah hijrah untuk mengagendakan kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia,” kata Haedar.
Haedar Nashir menjelaskan sejarah peringatan itu. Menurutnya, hijrah Nabi Muhammad berbareng kaum muslimin tahun 622 M dari Makkah ke Yasrib (Madinah) adalah tonggak berhistoris dilahirkannya Tahun Hijriah. “Betapa krusial peristiwa hijrah. Hijrah bukan sekadar migrasi fisik. Hijrah bentuk pun kala itu sangat berat lantaran Nabi berbareng Abu Bakar berada dalam ancaman pembunuhan berencana Anda kafir Quraisy," kata dia.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Jelaskan Hijrah Nabi Muhammad
Perjalanan darat Makkah-Yasrib dengan transit di Quba beberapa hari pun, kata dia, sungguh melelahkan dalam lintasan waktu sangat panjang, nyaris sebulan. Haedar mengatakan, hijrah non-fisik jauh lebih berat pula.
Hijrah, lanjut Haedar, adalah tonggak baru sejarah risalah Nabi di Jazirah Arab. Hijrah mengubah keadaan bangsa Arab dari kehidupan jahiliyah nan seluruh tatanan sistemnya kacau balau. Berubah alias diubah menuju peradaban baru nan tercerahkan sekaligus mencerahkan semesta.
"Sebagaimana simbol Yasrib nan terbelakang berubah menjadi Al-Madinah Al-Munawwarah. Kota peradaban baru nan cerah-mencerahkan disinari nilai-nilai Ilahi," kata dia.
Iklan
Dari jazirah Arab dengan peradaban baru Al-Madinah Al-Munawwarah itulah umat Islam bergerak maju membangun peradaban bumi nan jaya. Haedar menambahkan dari peristiwa itu lantas lahirlah era kejayaan Islam beratus-ratus tahun lamanya sebagai puncak kebudayaan Islam tertinggi di beragam bagian kehidupan sehingga bumi Islam menguasai ranah dunia dalam bingkai The Renaisance of Islam.
“Kejayaan Islam itu sangatlah monumental di kala Barat dan area bangsa-bangsa lain berada jauh di belakang bumi Islam. Itulah Era Keemasan Islam dalam pancaran kosmopolitanisme Islam nan menyemesta,” urai Haedar.
Karenanya, Haedar melanjutkan, ketika sekarang umat Islam di bumi dan unik di Indonesia menyambut tahun baru 1446 hijriyah, maka seluruh komponen kekuatan dan bangsa muslim niscaya bangkit menuju pergerakan berkemajuan di segala bagian kehidupan. "Umat Islam tidak cukup hanya kokoh dalam nilai-nilai keislaman di bagian akidah, ibadah, dan adab semata," kata dia.
Kaum muslim dan bumi Islam menurutnya wajib bergerak maju di seluruh ranah muamalah-keduniaan seperti ekonomi, politik, pendidikan, iptek, pengelolaan sumberdaya alam, dan kualitas sumberdaya manusia nan unggul. "Berakidah, beribadah, dan beradab justru menjadi fondasi, bingkai, dan kerangka nilai mendasar secara transformasional dalam bermuamalah dunyawiyah nan membedakan dengan pihak lain nan pandangan kehidupannya sekular, agnostik, dan ateistik,” kata dia.
Pilihan Editor: Timnas U-23 Kalah dari Irak, Ketua Umum PP Muhammadiyah: Seperti Politik, Kalah Menang Biasa