Pakar PBB: Israel tidak Ingin Jurnalis Internasional Saksikan Ini

Trending 5 months ago

TEMPO.CO, Jakarta - Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB, pada Senin, 8 Juli 2024, mengutuk Israel lantaran membungkam laporan media Barat mengenai kejahatan nan sedang berjalan di Jalur Gaza.

"Apa nan tidak mau dilihat oleh para wartawan internasional? Betapa jauh lebih jelek dari nan selama ini diberitakan adalah genosida nan telah dilakukannya di Gaza," kata Albanese dalam sebuah tulisan di X.

"Kemanusiaan, bangunlah!" seru Albanese dalam sebuah postingan X lainnya, menyatakan bahwa diamnya media Barat terhadap genosida Israel nan sedang berjalan di Gaza dan penindasan penduduk Palestina di bawah pemerintahan Israel tidak berfaedah bahwa kekejaman ini telah berhenti.

Dalam pesannya, Albanese membagikan sebuah pernyataan dari Foreign Press Association nan mengutuk larangan akses media internasional ke Gaza dan mempertanyakan apa nan coba disembunyikan oleh Israel di wilayah Palestina.

Parlemen Israel pada 26 Juni 2024, mengusulkan rancangan undang-undang nan bakal memberikan pemerintah kekuasaan permanen untuk melarang media asing beraksi di negara itu hingga tiga bulan sekaligus.

Para personil parlemen memberikan bunyi 51-36 untuk menyetujui pembacaan awal dari apa nan disebut "Undang-Undang Al Jazeera," nan bakal memungkinkan pihak berkuasa untuk menutup lembaga penyiaran nan mereka anggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.

Undang-undang sementara nan baru saja diberlakukan, nan bakal berhujung pada 31 Juli, memungkinkan pemerintah untuk memblokir siaran selama 45 hari. Salah satu larangan nan diberlakukan terhadap Al Jazeera bakal berhujung pada akhir Juli.

Jika sukses melewati tiga kali pembacaan di Knesset nan diperlukan untuk menjadi undang-undang, RUU baru nan ditulis oleh personil parlemen dari partai Likud, Ariel Kallner, bakal menjadikan undang-undang tersebut permanen dan memperpanjang lama pelarangan menjadi 90 hari nan dapat diperpanjang.

Pemerintah Israel menggunakan undang-undang sementara nan ada untuk memberlakukan larangan terhadap lembaga penyiaran Qatar, Al Jazeera, pada Mei lalu, dengan argumen keamanan nasional. Pemerintah menutup instansi penyiaran di Israel dan membatasi akses publik ke situs webnya. Keputusan tersebut memicu protes internasional dan Al Jazeera mengutuk larangan tersebut sebagai "serangan terang-terangan terhadap kebebasan pers."

Pihak berkuasa Israel juga menggunakan undang-undang sementara nan ada untuk menyita peralatan milik instansi berita, sebuah keputusan nan dengan sigap dibatalkan setelah adanya intervensi dari Amerika Serikat.

"Saya mendukung kebebasan pers dan media, namun tidak dengan mengorbankan keselamatan tentara dan penduduk negara kami," tulis Kallner setelah pemungutan suara.

"Tujuan utamanya adalah untuk melindungi tentara kami di garis depan dan mencegah entitas media nan tidak berkawan beraksi di Israel."

Selain mencegah media Barat meliput kejahatan Israel di Gaza, satu-satunya wartawan nan melaporkan dari dalam Jalur Gaza adalah penduduk Palestina, nan menjadi sasaran dan dibunuh. Pada 6 Juli, lima wartawan termasuk di antara mereka nan terbunuh dalam serangan pendudukan di Kota Gaza dan kamp al-Nusairat dalam kurun waktu 12 jam. Wartawan dianggap sebagai penduduk sipil nan dilindungi dan dilarang menjadi sasaran langsung dalam serangan di bawah norma kemanusiaan internasional.

Iklan

  • 1
  • 2
  • Selanjutnya

More
Source