Memasuki Bulan ke-10, Perang Israel melawan Anak-anak Gaza Berlanjut

Trending 2 months ago

TEMPO.CO, JakartaPasukan Israel mengebom dua sekolah lagi di Kota Gaza, menewaskan sedikitnya 30 penduduk Palestina nan mengungsi. Paramedis mengatakan 80 persen dari mereka nan terbunuh dan terluka di sekolah Hassan Salama dan Nassr adalah anak-anak.

Laporan lainnya dari Kota Gaza, di mana pasukan Israel melancarkan serangan simultan ke sekolah Hassan Salama dan Nassr pada Minggu, 4 Agustus 2024.

Anas al-Sharif dari Al Jazeera, nan berada di letak kejadian, mengatakan ada genangan darah di lantai dan sejumlah mayit nan tetap terjebak di bawah reruntuhan.

Seorang pemuda mengatakan kepadanya, "Mereka membunuh anak-anak dan orang tua. Mereka membunuh wanita. Hanya Allah nan bakal menyelamatkan kita. Apa nan dilakukan anak-anak?"

Seorang laki-laki lain mengatakan kepada al-Sharif bahwa sekolah tersebut menampung orang-orang Palestina nan mengungsi dan bahwa "mayat-mayat nan tercabik-cabik ada di mana-mana", sementara seorang wanita berkata, "Saya berjanji demi Tuhan, hanya anak-anak kecil, orang tua, dan gadis-gadis nan tinggal di sini. Tidak ada orang lain nan tinggal di sini."

Seperti nan telah kami laporkan, serangan kembar tersebut menewaskan sedikitnya 30 orang, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak. Militer Israel menyatakan bahwa mereka menargetkan para pejuang Hamas di sana.

Bukankah anak-anak dilindungi secara norma dalam perang?

Ya, memang semestinya begitu. Aturan-aturan nan diterima secara internasional tentang bentrok bersenjata disahkan di bawah Konvensi Jenewa pada 1949, nan menyatakan bahwa anak-anak kudu dilindungi dan diperlakukan secara manusiawi.

Israel meratifikasi konvensi tersebut pada 1951, hanya beberapa tahun setelah satu separuh juta anak-anak Yahudi terbunuh di Eropa selama Holocaust. Namun Israel tidak mengakui konvensi Jenewa ke-4, nan melindungi penduduk sipil nan melawan penjajahan, lantaran Israel tidak menganggap Palestina sebagai wilayah nan diduduki.

Penggunaan kekuatan militer nan tidak proporsional di Gaza disebut-sebut oleh Israel sebagai langkah nan sah untuk menghancurkan Hamas. Dan kematian penduduk sipil nan dihitung dalam serangan itu, termasuk anak-anak, tidak memenuhi syarat sebagai kejahatan perang, demikian klaim Israel.

Apa akibat perang terhadap anak-anak?

Para orang tua mencoba mencari langkah untuk menenangkan anak-anak mereka dari pengeboman dan kehancuran di sekitar mereka. Seorang ibu berumur 30 tahun mengatakan bahwa anak-anaknya, nan berumur delapan dan dua tahun, mulai muntah-muntah setelah serangan udara, dan juga mengompol di tempat tidur. Keduanya merupakan respons terhadap rasa takut nan meningkat.

Sebuah makalah penelitian nan ditulis oleh psikolog Palestina, Dr Iman Farajallah, menemukan bahwa anak-anak nan selamat dari perang tidak muncul tanpa cedera dan dapat bayar nilai nan mahal secara psikologis, emosional, dan perilaku.

Beberapa anak menunjukkan kegelisahan, kemunduran, alias perilaku kekerasan.

Bagaimana sekolah-sekolah terkena dampaknya?

Dengan kampanye pengeboman tanpa henti nan terbaru, pendidikan sekali lagi tertunda, lantaran sekolah-sekolah berubah menjadi tempat penampungan sementara dan memperkuat hidup menjadi satu-satunya pelajaran.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat ini menampung sekitar 400.000 penduduk Gaza nan terlantar di 278 sekolah dan akomodasi lainnya. Hingga 16 Juli 2024, UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina, mengatakan bahwa 70 persen dari sekolah-sekolah di Gaza telah dibom selama perang, dan sebagian besar dari mereka, 95 persen, digunakan sebagai tempat penampungan pengungsi pada saat diserang.

Iklan

 

  • 1
  • 2
  • Selanjutnya

More
Source