TEMPO.CO, Jakarta - Kebiasaan makan, baik sigap maupun lambat, mempunyai akibat nan signifikan terhadap kesehatan. Makan terlalu sigap alias terlalu lambat dapat mempengaruhi pencernaan, berat badan.
Dikutip dari CNA Life Style, makan lambat nan dimaksud adalah ketika seseorang makan dengan memerlukan waktu lebih dari tiga puluh menit, untuk menghabiskan makanannya. Sementara pemakan sigap menghabiskan makanan dalam waktu kurang dari 20 menit, menurut master Jessica Beh, seorang master family dari DTAP@Robertson.
Dokter Beh mengatakan orang nan makannya lambat, mungkin ada kaitannya dengan gangguan saat makan alias masalah kesehatan gigi. Rasa sakit akibat gigi tiruan nan tidak pas alias masalah kesehatan mulut lainnya dapat membikin mengunyah menjadi susah dan lambat.
"Orang nan condong makan sembari melakukan aktivitas lain seperti menonton TV, membaca, bekerja alias bercakap-cakap dengan kawan makan malam mungkin makan dengan lambat lantaran perhatiannya terbagi antara makan dan aktivitas lainnya," katanya.
Sementara orang nan makannya sigap kemungkinan dipengaruhi style hidup mereka nan sibuk. Kebiasaan makan seperti itu juga dapat terbentuk di masa mini ketika mereka ditekan oleh orang tua untuk menghabiskan makanan mereka dengan cepat.
"Hal ini biasa terjadi pada perseorangan dengan pekerjaan nan menuntut mereka cepat, pelajar dan orang tua nan mungkin mempunyai waktu terbatas untuk makan,” kata dia.
Kadang-kadang, stres, kekhawatiran alias tekanan emosional juga dapat mempengaruhi pola makan. Menurut Dr Leslie Heinberg, seorang guru besar dari departemen Psikiatri dan Psikologi Cleveland Clinic, di Cleveland Clinic, makan dengan sigap dapat memberikan kelegaan sementara alias mengalihkan perhatian dari emosi negatif.
Iklan
Apakah ada masalah kesehatan nan muncul?
Dalam sebuah studi nan meneliti perubahan berat badan pada 529 laki-laki selama delapan tahun, pada orang nan mempunyai kebiasaan makan cepat, mengalami kenaikan berat bada dua kali lebih banyak daripada orang nan makan lambat.
Penelitian lain di Jepang mencatat bahwa orang nan makan cepat, mengalami kenaikan berat badan paling banyak sejak usia dua puluh tahun. Alasannya lantaran setelah makan, usus secara alami menekan ghrelin, hormon nan memicu rasa lapar.
Pada saat nan sama, usus juga melepaskan hormon nan membikin seseorang merasa kenyang. Bersama-sama, hormon-hormon ini memberi tahu otak bahwa tubuh telah makan.
Proses hormon tersebut memerlukan waktu sekitar 20 menit untuk diterima oleh otak. Jadi, jika orang makan cepat, ini mungkin seseorang mengonsumsi lebih banyak kalori daripada nan butuhkan sebelum otak memberikan sinyal untuk berakhir makan.
Pilihan editor: Pramugari Ingatkan Pentingnya Makan dan Minum Cukup Sebelum Naik Pesawat Terbang