TEMPO.CO, Malang - Dewan Pimpinan Pusat Keluarga Besar Masyarakat Tapanuli Tengah-Sibolga meminta Presiden Joko Widodo alias Jokowi menghentikan BRIN nan tetap mau mengangkut dan memindahkan benda-benda koleksi arkeologi Barus dari wilayah itu ke Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno di Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Permintaan disampaikan melalui surat tertanggal 1 Juli 2024.
Surat itu adalah nan kedua kalinya sejak nan pertama tertanggal 20 Juni lalu. Saat itu Masyarakat Tapteng Sibolga juga menyurati Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Menko PMK Muhadjir Effendy. Isinya sama, memohon pembatalan keputusan BRIN melakukan migrasi koleksi arkeologi dari Laboratorium Arkeologi Barus ke Cibinong.
“Khusus kepada Presiden Jokowi, kami menyurati beliau dua kali. Intinya, kami meminta beliau untuk menghentikan penyelenggaraan migrasi koleksi arkeologi dari situs-situs Barus meski BRIN sudah bilang menunda rencana itu,” kata Ketua Umum DPP Keluarga Besar Masyarakat Tapteng Sibolga Masriadi Pasaribu kepada Tempo, Minggu malam, 7 Juli 2024.
Dalam surat nan terkini, masyarakat wilayah setempat juga memohon kepada Presiden Jokowi untuk menetapkan Barus dan Bongal di Kabupaten Tapanuli Tengah menjadi area riset arkeologi BRIN demi kepentingan penelitian nan holistik dan sistemik. Sekaligus menyampaikan aspirasi dan permintaan support untuk membangun museum di Barus dan Bongal.
Disebutkan pula dalam surat-suratnya itu bahwa membawa pergi koleksi arkeologi Barus dapat mengganggu upaya masyarakat Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga menetapkan Barus sebagai area strategis pariwisata religi nasional. Penetapan itu ditandai dengan pendirian Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara nan diresmikan Presiden Jokowi pada 24 Maret 2017.
"Penetapan area strategis pariwisata religi nasional itu bermaksud untuk mengembangkan wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga berbareng wilayah Tapanuli bagian selatan dan Kepulauan Nias sebagai penopang program destinasi pariwisata super prioritas (DPSP) Danau Toba—ditetapkan pada 2019," tutur Masriadi.
Wakil Ketua V Yayasan Museum Barus Raya (MBR) Eswandi Pasaribu menambahkan, sebaiknya BRIN membatalkan rencana migrasi benda-benda arkeologi Barus ke Cibinong untuk selanjutnya memusatkan penelitian arkeologi Barus dan sejarah maritim di Bongal. Penundaan migrasi koleksi arkeologi Barus oleh BRIN sama saja dengan mengulur waktu lantaran BRIN tetap bergeming pada rencana awal mereka.
Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Foto pengarsipan Yayasan Museum Barus Raya.
Menurut Eswandi, nilai sejarah Barus bisa lenyap dan terlupakan jika semua barang koleksi arkeologi Barus dipindahkan ke Cibinong. Di sisi lain, masyarakat setempat sedang berupaya menyelesaikan pembangunan gedung MBR dua lantai di atas lahan sekitar 1.000 meter persegi nan telah mulai dibangun pada 2007. Pengadaan lahan museum itu oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Kami minta kepada BRIN lebih baik membantu penyelesaian pembangunan museum, bekerja sama dengan Pemda Tapteng dan Kemdikbudristek agar semua artefak Barus tetap di kampung kami saja, tidak usah dibawa ke Cibinong,” kata Eswandi.
Upaya pemindahan barang koleksi Laboratorium Arkeologi Barus di Jalan KH Zainul Arifin, Kelurahan Pasar Batu Gerigis, Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, oleh tim dari BRIN pada Senin, 6 Juni 2024. Upaya ini dihentikan oleh masyarakat setempat nan menolak pemindahan koleksi ke Cibinong tersebut. FOTO/Dok Yayasan MBR.
Iklan
Diterangkannya, ada sekitar 60 ribu barang arkeologi (artefak) nan mau dipindahkan BRIN ke Cibinong dengan tujuan untuk memudahkan perawatan dan penelitian, pasca-integrasi Puslit Arkenas ke BRIN. Mayoritas artefak berupa pecahan keramik dan gerabah. Selebihnya koin emas dan perak, guci-guci Cina, serta manik-manik.
Semua koleksi hasil temuan maupun penggalian arkeologi sepanjang 1980-2005. Benda-benda sejarah Barus ini terdiri dari temuan di situs Lobu Tua era abad kedelapan sampai ke-13, situs Bukit Hasan abad kesebelas sampai ke-19, situs Kadei Gadang abad kesebelas hingga ke-19, dan situs Barus Mudik abad ke-17 sampai ke-19.
Seluruh artefak disimpan di dalam Laboratorium Arkeologi Barus milik Puslit Arkenas nan bertempat tinggal di Jalan KH Zainul Arifin, Desa Pasar Batu Gerigis, Kecamatan Barus. Masyarakat setempat menyebut gedung laboratorium ini sebagai Gudang Arkenas alias Gudang EFEO (École Française d'Extrême-Orient namalain Lembaga Penelitian Perancis untuk Timur Jauh).
Sebelumnya, Masriadi dan Eswandi mengungkap jika Kepala BRIN Laksana Tri Handoko sudah menyatakan migrasi koleksi artefak Barus ditunda. Laksana juga meminta maaf karena, menurut dia, rencana migrasi koleksi arkeologi Barus kurang disosialisasikan. Hal itu disampaikan Laksana dalam pertemuan dengan pengurus DPP Keluarga Besar Masyarakat Tapteng Sibolga beserta tokoh-tokohnya di Ruang Inovasi Gedung B.J. Habibie di Jakarta, Senin, 24 Juni 2024.
BRIN: Barus Dulu, Bongal Kemudian
Dalam pertemuan itu disebutkan Laksana menyinggung rencana riset arkeologi maritim melalui ekskavasi alias penggalian arkeologi prasejarah di Bumiayu, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah, dan situs Bongal nan berlokasi di Teluk Tapanuli, Desa Jagojago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah. Riset bakal dilakukan pada tahun ini juga melalui Organisasi Riset Arkeologi Bahasa dan Sastra BRIN.
Audiensi pengurus DPP Keluarga Besar Masyarakat Tapanuli Tengah-Sibolga dengan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko di Jakarta, Senin, 24 Juni 2024. Masyarakat Tapanuli Tengah-Sibolga menolak rencana BRIN memindah benda-benda koleksi arkeologi Barus dari wilayah itu ke Cibinong, Jawa Barat. FOTO/ISTIMEWA
Situs Bongal diduga sudah menjadi permukiman kosmopolitan sejak abad pertama Masehi berkah aktivitas perdagangan nan tidak hanya melibatkan bangsa-bangsa dari wilayah Asia Barat, tapi juga bangsa-bangsa dari wilayah Asia Utara dan Mediterania. Berdasarkan hasil ekskavasi arkeologi 14-23 Februari 2022, ditemukan manik-manik kaca berlapis emas dan perak di Situs Bongal. Manik-manik kaca ini merupakan jenis manik kaca Romawi nan diproduksi di Mesir dalam rentang Abad I hingga Abad IV Masehi.
Hal itu nan mengindikasikan area Bongal sudah menjadi kosmopolitan di abad pertama dan diduga situs Bongal lebih tua 200 tahun dari situs Barus. Karena itu, BRIN menominasikan Bongal sebagai tujuan riset arkeologi maritim lantaran berasosiasi dengan aktivitas maritim di area pesisir barat Sumatera di masa lalu.
“Kalau di Barus tidak selesai, kami tidak bisa teruskan di Bongal. Kami tidak bisa ekskavasi besar-besaran di Bongal. Semangat kami justru mau melestarikan sejarah dan menggali budaya Barus. Kalau disalahartikan ngambilin, wah repot,” kata Laksana dalam pertemuan itu.
Pilihan Editor: Gempa Batang Merusak, Begini Warga Melukiskan Guncangan nan Dirasakannya