KH Ahmad Dahlan dari Kampung Kauman Susah payah Mendirikan Muhammadiyah

Trending 4 months ago

TEMPO.CO, Jakarta - KH Ahmad Dahlan, lahir pada 1 Agustus 1868 dengan nama original Muhammad Darwis, adalah tokoh krusial dalam sejarah Indonesia sebagai pendiri Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam terbesar di negara ini. Pada 2019, Muhammadiyah mempunyai pengikut nan mencapai 60 juta orang. Selain sebagai tokoh pembaruan agama, Ahmad Dahlan juga diakui sebagai pahlawan nasional.

Ahmad Dahlan lahir di Kampung Kauman, Yogyakarta, dari pasangan Kiai Haji Abu Bakar bin Haji Sulaiman dan Siti Aminah binti Kiai Haji Ibrahim. Ia adalah keturunan dari Maulana Malik Ibrahim alias Sunan Gresik, salah satu Wali Songo nan pertama kali menyebarkan kepercayaan Islam di tanah Jawa. Garis keturunan ini dia dapatkan dari pihak ayahnya. Dari kecil, Ahmad Dahlan dikenal sebagai anak nan pandai dan kreatif, bisa mempelajari kitab-kitab kepercayaan secara berdikari di pesantren.

Pendidikan kepercayaan Ahmad Dahlan dimulai dari keluarganya sendiri. Pada usia delapan tahun, dia sudah bisa membaca Alquran dengan baik. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya pada beragam ulama, memperdalam pengetahuannya dalam pengetahuan agama. 

Pada 1883, berkah support biaya dari kakak iparnya, Kiai Haji Soleh, Ahmad Dahlan berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam pengetahuan agamanya. Di Mekah, dia mempelajari beragam disiplin pengetahuan kepercayaan seperti qiraat, tafsir, tauhid, fikih, tasawuf, pengetahuan falak, dan bahasa Arab.

Setelah lima tahun di Mekah, Ahmad Dahlan kembali ke tanah air dan mulai mengajar anak-anak di Kampung Kauman. Ia juga menggantikan ayahnya sebagai khatib di Masjid Gedhe Kauman. Aktivitasnya sebagai pengajar dan khatib membuatnya dikenal sebagai Kiai, julukan untuk ustadz alias orang nan mahir dalam kepercayaan Islam di lingkungan Jawa.

Pada 1889, Ahmad Dahlan menikahi Siti Walidah, putri dari Kiai Fadhil Kamaludiningrat, penghulu di Keraton Yogyakarta. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai enam anak. Selain dengan Siti Walidah, Ahmad Dahlan juga menikahi tiga wanita lain setelah mendirikan Muhammadiyah. Pernikahan-pernikahan ini dilakukan dengan argumen kepercayaan dan dakwah, serta untuk memperkuat hubungan dengan pihak-pihak tertentu, seperti Keraton Yogyakarta dan ustadz setempat.

Pada 1903, Ahmad Dahlan kembali ke Mekah berbareng anak pertamanya, Muhammad Siradj, untuk memperdalam pengetahuan kepercayaan selama dua tahun. Di sana, dia mempelajari gerakan-gerakan pembaruan Islam nan sedang berjalan di beragam negara. Pemikiran-pemikiran dari tokoh-tokoh seperti Jamaluddin Al-Afghani, Ibnu Taimiyah, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha menjadi dasar bagi Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah.

Sekembalinya ke tanah air pada 1906, Ahmad Dahlan memilih menjadi pengajar di Kampung Kauman untuk mewujudkan misinya menyebarkan aktivitas pembaruan Islam. Selain sebagai pengajar, dia juga aktif dalam aktivitas kemasyarakatan dan bersilaturahmi dengan kalangan priyayi pengurus perkumpulan Boedi Oetomo. Pada 1909, dia resmi menjadi personil Boedi Oetomo, nan memberinya pengalaman berorganisasi dan memperluas jangkauan dakwahnya.

Selanjutnya: KH Ahmad Dhlan Mendirikan Muhammadiyah

  • 1
  • 2
  • Selanjutnya

More
Source