TEMPO.CO, Jakarta - Polemik riwayat akademik Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo alias Bamsoet mendapat respons dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Direktur Sumber Daya Manusia Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Lukman mengatakan, selain riwayat pendidikan, linieritas pendidikan bakal jadi pertimbangan dalam penilaian calon guru besar.
“Sesuai dengan catatan nan ada di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), tentunya bakal jadi pertimbangan dalam proses kenaikan pembimbing besar, lantaran bakal dilihat linieritas bagian keilmuannya,” kata Lukman, saat dihubungi Tempo pada Senin, 8 Juli 2024.
Namun, hingga saat ini, Lukman menjelaskan, pengajuan pembimbing besar dari Bambang Soesatyo tersebut belum masuk ke Sistem Informasi Sumberdaya Terintegrasi (Sister) Kementerian Pendidikan.
Investigasi Tempo berjudul “Skandal Guru Besar Abal-abal” nan terbit pekan ini menuliskan cerita Bambang Soesatyo nan hendak mengusulkan usulan kenaikan kedudukan pembimbing besar. Kisah ini pun dibahas dalam siniar Bocor Alus Politik nan tayang di kanal YouTube Tempodotco, Sabtu, 6 Juli 2024.
Kabar mengenai rencana pengajuan pembimbing besar oleh Ketua MPR RI itu sebetulnya menyebar di banyak media massa daring, sejak 5 Juni sampai 16 Juni 2024. Dari info itulah, Tim Investigasi Tempo nan sedang menelusuri dugaan pelanggaran kedudukan pembimbing besar para politikus dan pejabat publik mengecek riwayat pendidikan dan mengajar Bambang Soesatyo.
Dari penelusuran Tempo pada situs PDDikti nan diakses pertama kali 13 Juni 2024, terlihat Bambang Soesatyo mendapatkan gelar master manajemen upaya (S2) dari Institut Manajemen Newport Indonesia (Sekolah Tinggi Manajemen Imni) pada 1992. Saat diakses pertama kali itu, tak terlihat riwayat pendidikan Bambang sebelumnya, ialah D3 dari Akademi Akuntansi Jayabaya pada 1985. Bambang tercatat baru menyelesaikan pendidikan jenjang S1, sebagai sarjana ekonomi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Indonesia Jakarta pada 1991.
Belakangan Bambang keberatan dengan ulasan investigasi tersebut. Ihwal riwayat pendidikan tersebut, Bambang mengakui berkuliah di IMNI dan STIE berbarengan, dan waktu ujian akhir dan pengumuman kelulusan di dua kampus itu pun terjadi bersamaan. “Tapi piagam master dari IMNI keluar lebih dulu daripada piagam sarjana,” kata Bambang, 17 Juni 2024. Penjelasannya telah kami tuliskan dan terbitkan di sejumlah tulisan di Tempo.co, termasuk dalam laporan investigasi Tempo nan terbit 7 Juni 2024.
Iklan
Saat ini, Bambang tercatat sebagai pengajar tetap pascasarjana dengan kedudukan lektor pada program studi ahli Ilmu Hukum Universitas Borobudur per Juni 2023. Ia berencana mengusulkan kenaikan kedudukan menjadi pembimbing besar pengetahuan norma dari universitas nan sama dengan langkah loncat kedudukan tanpa menempuh kedudukan lektor kepala. Hal ini dimungkinkan dalam Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit Dosen (PO PAK) nan dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi pada 2019.
Namun, saat ini patokan tersebut telah berubah. Bambang tak bisa lagi mengusulkan kenaikan kedudukan dengan sistem loncat jabatan. Karena, Kementerian Pendidikan belum lama ini menerbitkan patokan terbaru kenaikan kedudukan akademik dosen. Aturan itu adalah Keputusan Menteri Nomor 209/P/2024 tentang Petunjuk Teknis Layanan Pembinaan dan Pengembangan Profesi dan Karier Dosen alias PO PAK 2024.
Dalam keputusan itu, diatur kenaikan kedudukan akademik asisten mahir ke lektor, lektor ke lektor kepala, dan lektor kepala ke pembimbing besar. Artinya sistem loncat jabatan, seperti nan diatur dalam PO PAK 2019 sudah tak berlaku. Dengan kedudukan Bambang nan tetap lektor, maka dia kudu mengusulkan kenaikan kedudukan ke lektor kepala terlebih dulu.
Lukman membenarkan perubahan sistem itu. “Benar, sudah tidak bisa (loncat jabatan),” ujarnya.
Pilihan Editor: Kejanggalan Proses Menuju Guru Besar: Ada Nama Bamsoet hingga Sufmi Dasco Ahmad