Intelijen AS Indikasikan Rusia Lebih Pilih Trump Sebagai Pemenang Pilpres AS

Trending 5 months ago

TEMPO.CO, Jakarta - Pejabat intelijen Amerika Serikat mengatakan belum ada perubahan preferensi dari Rusia dibandingkan pemilihan presiden AS sebelumnya mengenai siapa nan mereka pilih untuk menang tahun ini, pada hari Selasa. Ini mengindikasikan bahwa Moskow kembali mendukung Donald Trump dari Partai Republik.

Pejabat tersebut, nan memberi pengarahan kepada wartawan mengenai keamanan pemilu AS, tidak menyebut nama mantan presiden dan calon dari Partai Republik itu ketika ditanya siapa nan diinginkan Moskow sebagai presiden AS berikutnya.

Namun, dia mengindikasikan bahwa Rusia lebih menyukai Trump, dan mengatakan bahwa organisasi intelijen AS tidak mengubah penilaian mereka dari pemilu sebelumnya.

Penilaian tersebut menunjukkan bahwa Moskow berupaya mempengaruhi kampanye pilpres AS untuk membantu Trump menang pada 2016 melawan Hillary Clinton dan pada 2020 melawan Presiden Joe Biden.

“Kami belum mengawasi adanya perubahan dalam preferensi Rusia terhadap pemilihan presiden dibandingkan pemilu sebelumnya, mengingat peran AS dalam kaitannya dengan Ukraina dan kebijakan nan lebih luas terhadap Rusia,” kata pejabat dari Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI).

Kedutaan Besar Rusia tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Tim kampanye Trump menanggapinya dengan mengatakan Biden lemah terhadap Rusia, terbukti dengan invasi Rusia ke Ukraina.

“Ketika Presiden Trump berada di Ruang Oval, Rusia dan semua musuh Amerika merasa takut, lantaran mereka takut bakal respons Amerika Serikat,” kata Karoline Leavitt, sekretaris pers tim kampanye Trump, dalam sebuah pernyataan.

Trump sering mengkritik besarnya support militer AS untuk Ukraina – sekitar US$60 miliar sejak invasi besar-besaran Rusia pada 2022 – dan menyebut Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai “salesman terhebat nan pernah ada.”

Dua penasihat keamanan nasional Trump telah menyampaikan kepadanya rencana untuk mengakhiri support militer AS ke Ukraina, selain Ukraina membuka pembicaraan dengan Rusia untuk mengakhiri konflik.

Mengenai kebijakan terhadap NATO, Trump mengatakan dia bakal “mendorong” Rusia untuk melakukan “apa pun nan mereka inginkan” terhadap personil aliansi mana pun nan tidak mengeluarkan cukup duit untuk pertahanan dan dia tidak bakal memihak mereka.

Piagam NATO mewajibkan anggotanya untuk memihak personil nan diserang.

Pejabat ODNI tersebut melakukan pengarahan tanpa menyebut nama berbareng rekan-rekan ODNI dan pejabat FBI serta Koordinator Nasional untuk Keamanan dan Ketahanan Infrastruktur Kritis, sebuah lembaga nan melakukan pertahanan siber untuk pemerintah dan bekerja sama dengan industri swasta.

Ia mendefinisikan pengaruh pemilu sebagai upaya untuk membentuk hasil pemilu alias melemahkan proses demokrasi, sedangkan kombinasi tangan merupakan upaya untuk mengganggu keahlian AS dalam menyelenggarakan pemilu nan bebas dan adil.

Iklan

AS belum memantau rencana negara mana pun untuk “menurunkan alias mengganggu” keahlian negara tersebut menyelenggarakan pilpres pada November, katanya.

Namun Rusia, lanjutnya, melalui media sosial dan langkah lain telah mulai mencoba mempengaruhi golongan tertentu pemilih AS di negara-negara bagian nan menjadi medan pertempuran, “mempromosikan narasi nan memecah belah dan merendahkan politisi tertentu,” nan tidak dia sebutkan identitasnya.

“Rusia melakukan seluruh pendekatan pemerintah untuk mempengaruhi pemilu, termasuk presiden, Kongres, dan opini publik,” katanya.

Moskow “menentukan kandidat mana nan mau mereka dukung alias tolak, sebagian besar didasarkan pada sikap mereka terhadap support AS lebih lanjut ke Ukraina dan isu-isu terkait,” kata pejabat itu. “Itu semua adalah strategi nan pernah kita lihat sebelumnya, terutama melalui upaya media sosial” dan “menggunakan bunyi AS untuk memperkuat narasi mereka.”

Sebuah penilaian organisasi intelijen baru nan diterbitkan minggu ini di situs ODNI mengatakan bahwa Rusia “masih menjadi ancaman utama bagi pemilu kita”. Ia juga mengatakan bahwa “aktor pengaruh Rusia” nan tidak dikenal secara diam-diam berencana untuk “menggoyahkan opini publik” di negara-negara nan belum menentukan pilihan (swing states) dan “mengurangi support AS terhadap Ukraina.”

Rusia baru-baru ini berupaya mempengaruhi khalayak AS melalui “saluran pesan langsung terenkripsi,” kata pejabat tersebut. Dia tidak menjelaskan lebih lanjut.

Sementara Cina dinilai saat ini tidak berencana “mempengaruhi hasil pemilihan presiden,” kata pejabat itu.

AS memandang Cina sebagai saingan geostrategis utamanya. Beijing dan Washington telah berupaya meredakan ketegangan. Kedutaan Besar Cina tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Beijing sedang mencoba memperluas kemampuannya untuk mengumpulkan dan memantau info dari platform media sosial “mungkin untuk lebih memahami dan pada akhirnya memanipulasi opini publik,” kata pejabat itu.

Pejabat tersebut menyebut kepintaran buatan generatif (AI) sebagai “akselerator pengaruh jahat” nan semakin banyak digunakan untuk “menyesuaikan dengan lebih meyakinkan” video dan konten lainnya menjelang pemungutan bunyi pada November.

Pilihan Editor: Pidato Biden di KTT NATO: Ukraina bakal Menghentikan Putin

REUTERS

More
Source