TEMPO.CO, Jakarta - Sudah lebih dari dua bulan sejak Kejaksaan Agung menetapkan bos Sriwijaya Air, Hendry Lie, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015- 2022. Status tersangka itu ditetapkan oleh Kejaksaan sejak 27 April lalu. Namun, hingga sekarang Kejagung belum juga menahan nan bersangkutan.
"Bahwa sampai saat ini interogator belum merasa perlu dilakukan penahanan mungkin dengan beragam argumen nan bisa dipertanggungjawabkan," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, Senin, 8 Juli 2024. Alasan nan dimaksud Harli salah-satunya soal Hendry Lie nan diduga sedang sakit.
Hendry Lie diketahui telah mangkir dua kali dari panggilan interogator Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung). Berdasarkan info nan diperoleh Tempo, hingga Kamis, 4 Juli 2024, Hendry Lie berada di Singapura untuk menjalani perawatan di Rumah Sakit Mount Elizabeth.
Untuk posisi terkini dari Hendry, Harli mengatakan tetap bakal mengupdate perihal tersebut. Namun dia mengatakan, pengajuan pencegahan ke luar negeri atas nama Hendry Lie sudah diajukan ke imigrasi.
Ia menekankan penahanan Hendry merupakan kewenangan interogator dan saat ini proses penyelidikan tetap berlangsung. Sebelumnya, Direktur investigasi Jaksa Agung Muda (Jampidsus), Kuntadi pada Mei lalu, apalagi sempat membuka opsi bakal memanggil paksa jika Hendry tidak datang di panggilan ketiga. Namun hingga kini, dia belum dipanggil kembali, sebelumnya Kejaksaan memberi argumen bahwa belum dipanggilnya kembali Hendry lantaran dia sakit. Tidak ada penjelasan, apa sakit nan dialami bos Sriwijaya Air tersebut.
Iklan
Hendry adalah satu dari 22 tersangka nan sudah ditetapkan sebagai tersangka di kasus korupsi PT Timah Tbk. Dari total tersangka tersebut, baru 12 tersangka nan berkas perkaranya sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum. Dan satu tersangka sudah disidangkan. Sementara tersangka lain, termasuk Harvey, berkas perkaranya belum dilimpahkan ke penuntut umum.
Berdasarkan hitungan Badan pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), total kerugian negara mencapai Rp 300 triliun. Hitungan itu berasal dari tiga kalkulasi nan dilakukan BPKP, ialah kemahalan nilai sewa smelter, penjualan biji timah kepada mitra, dan finansial negara dan kerusakan lingkungan.
Pilihan Editor: 17 Pegawai KPK Main Judi Online, Novel Baswedan: Pelanggaran Berat, Harus Diusut