TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta semua pihak mewaspadai potensi kebakaran rimba dan lahan (karhutla) di Pulau Sumatera, Jawa dan sebagian Kalimantan nan tetap tinggi hingga dasarian I bulan Agustus 2024.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam siaran daring Disaster Briefing Karhutla nan diikuti di Jakarta, Senin 29 Juli 2024, mengatakan, pemerintah wilayah diminta memaksimalkan upaya penanggulangan pada lahan nan terbakar agar jangan sampai terus meluas.
BNPB juga mendorong satuan tugas di wilayah untuk tidak mengendorkan upaya pencegahan dengan terus mengawasi rimba dan lahan nan sudah alias rawan terbakar, baik dari udara maupun darat.
Berdasarkan hasil pantauan satelit tim BNPB, secara umum di wilayah Indonesia bagian barat selama periode tersebut belum didapati sebaran awan penghujan nan memungkinkan kerawanan lahan terbakar tetap tinggi.
"Meskipun memang diumumkan El Nino sudah tidak ada, Agustus diramalkan sudah masuk periode La Nina nan kita harapkan bakal ada hujan nan cukup berfaedah untuk membasahi lahan. Namun saat ini Jawa, Sumatera dan sebagian Kalimantan tetap sangat terbuka tidak ada awan hujan, tidak ada kejadian atmosfer MJO (Madden Julian Oscillation)," kata Muhari.
Iklan
Menurut Muhari, kondisi tersebut sejalan dengan info dari pusat pengendalian operasi setiap Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Terhitung sejak dasarian II Juli 2024 kebanyakan lahan mineral, gambut dan rimba perbukitan di Sumatera, Jawa dan sebagian Kalimantan (Kalimantan Barat, Tengah, Utara, Selatan) dalam keadaan kering nan berpotensi memicu terjadi ekspansi wilayah sasaran karhutla.
Namun Muhari juga mengataka bahwa ada aspek kelalaian manusia juga dalam karhutla ini. Ia menerima laporan ada penduduk menghidupkan api unggun dan tidak terkendali sehingga memicu kebakaran di perbukitan Pager Watu Malang Jawa Timur.
Data BNPB pada periode 22-28 Juli 2024 mencatat ada 24 kasus karhutla. Rinciannya: Kabupaten Merangin (2,5 ha); Sarolangun (22 ha); Banyuasin (4,1 ha); Musi Rawas (6,1 ha); Ogan Ilir (4,3 ha); Kabupaten Belitung Timur (1,89 ha); Aceh Selatan (8 ha); Aceh Besar (3,7 ha); Gayo Lues (8 ha); Aceh Jaya (3,7 ha); Nagan Raya (12 ha); Bener Meriah (10 ha); Kabupaten Karo (20 ha); Toba (7 ha); Padang Sidempuan (5 ha); Lima Puluh Kota (2 ha); Kampar (1 ha); Kalimantan (33 ha); Kabupaten Cirebon (8 ha); Pati (5 ha); Tegal (1 ha); dan Malang (20 ha).
Pilihan Editor: Kenapa Hujan Tetap Turun di Jawa Barat Menjelang Puncak Kemarau? Begini Teori BMKG