TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sebelas Maret alias UNS, Agung Lucky Pradita, menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy nan mendukung pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) menggunakan pinjaman online alias pinjol. Menurutnya inisiatif kebijakan pinjol untuk biaya sekolah bukanlah solusi dan berpotensi merusak sistem dan moral pendidikan.
"Teman-teman nan mau berkuliah adalah mereka nan betul-betul mau menuntut pengetahuan dan harapannya menjadi tulang punggung bagi keluarganya," kata Agung kepada Tempo melalui sambungan telepon pada Senin, 8 Juni 2024.
Agung menilai masuknya pinjol dalam skema pembayaran UKT, maka universitas dijadikan sebagai ladang bisnis. Padahal di Indonesia, kata dia, pendidikan dibangun atas dasar kebersamaan dengan tujuan mensejahterakan rakyat. "Itu sangat memberatkan bagi mahasiswa, jangan sampai mereka terjerat banyak kasus pinjol," tuturnya.
Menurutnya, penerapan sistem pinjol berpotensi memberikan celah untuk universitas berani meningkatkan biaya pendidikan. "Jadi sangat beresiko terhadap pinjol itu sendiri lantaran mungkin malah memperkeruh sistem," ujarnya.
Agung mengatakan dia membaca pemberitaan di Amerika lantaran studen loan alias angsuran pendidikan, di mana hutang mahasiswa mencapai USD 1,75 truliun. "Itu membikin ekonomi Amerika bergejolak," tuturnya.
Agung mengatakan saat ini di UNS belum ditemukan kasus teror pinjol kepada mahasiswa. BEM UNS dan rektorat berkomunikasi untuk mencari jalan keluar bagi mahasiswa nan kesulitan bayar UKT, salah satunya meminta kebijakan sanggah untuk mengulur pembayaran UKT.
"Jadi kami usahakan sanggah bayarnya di 3 bulan ke depan alias kami meminta beberapa mahasiswa dan alumni untuk menyokong biaya kuliah," tuturnya.
Menurut Agung, daripada pemerintah melegalkan skema pembayaran UKT dengan pinjol, lebih baik mengembalikan biaya pendidikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) nan sempat panas diperbincangkan lantaran dipotong untuk alokasi kebijakan lain. "Dana itu kudu dikembalikan betul-betul untuk pendidikan agar bisa diakses semua kalangan," ujarnya.
Sebelumnya, Menko PMK Muhadjir Effendy mendukung skema pinjol dalam pembayaran UKT. Ia menilai langkah itu bagus untuk mendidik mahasiswa agar mempunyai fighting spirit dan bertanggung jawab. "Bahwa dia ketika kekurangan dana, dia kudu berusaha, tidak hanya minta tolong termasuk orang tuanya, apalagi jika dia mengambil jurusan-jurusan nan prospektif, kenapa tidak?", ujarnya di Gedung Kementerian Koordinator PMK pada Rabu, 3 Juli 2024.
"Kalau itu kelak pembayarannya bisa ditunda setelah dia kelak berpenghasilan ya kan. Jadi maksudnya, kita kudu lakukan kerja-kerja kreatif," kata Muhadjir lagi.
Iklan
Menurut Muhadjir, sudah tidak zamannya mahasiswa menengadahkan tangan minta diberi, baik uluran tangan dari orang tua alias pihak lain, "Harus berani ambil resiko, termasuk nan tadi. Dengan catatan, nan tadi itu betul-betul lembaga pinjolnya kudu resmi, transparan, dan dengan pengawasan lembaga lembaga negara nan resmi untuk memastikan bahwa itu tidak terjadi fraud," ujarnya.
Muhadjir juga menegaskan kepada pihak kampus bahwa mereka juga kudu ikut bertanggung jawab, "Tidak boleh hanya memberikan kesempatan kemudian cuci tangan, jika kalau perlu kampus meringankan beban itu dengan sedikit bunga," kata dia.
Dia mengungkapkan perihal tersebut pernah dia lakukan saat dirinya menjabat sebagai rektor. "Jadi untuk mahasiswa nan kesulitan, tidak saya beri keringanan. Bebas. Kamu pinjam, kelak saya setujui pinjaman kamu," kata Muhadjir.
Menurut Muhadjir, sistem pinjol kerap disalahartikan sebagai sistem nan negatif. Persepsi itu muncul lantaran banyaknya penipuan alias pihak nan memanfaatkan pinjol demi untung pribadi. Padahal, ada juga kampus nan sudah menerapkan sistem tersebut dan terbukti efektif.
Salah satu kampus nan menerapkan sistem pembayaran pinjol bagi mahasiswanya adalah Institut Teknologi Bandung alias ITB. Kampus itu menggunakan platform fintech peer-to-peer lending PT Inclusive Finance Group namalain Danacita.
Platform itu tak terima jika disebut pinjol lantaran terkesan sebagai perusahaan nan tidak legal dan tidak beretika. Sebaliknya, perusahaan itu menyatakan telah mengantongi izin dan berada dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.
Sementara itu, Muhadjir menilai pemanfaatan pinjol nan diterapkan oleh kampus tidak termasuk komersialisasi. "Itu kan soal penilaian, bisa macam-macam," kata dia.
Per Jumat, 31 Mei 2024, OJK merilis daftar penyelenggara financial technology (fintech) lending, fintech peer-to-peer (P2P) lending, alias pinjaman daring (online) namalain pinjol nan terdaftar dan mengantongi izin. Terdapat 100 perusahaan pinjol legal nan mempunyai izin dari OJK.
Pilihan Editor: Pemerintah Dukung Mahasiswa Bayar UKT Pakai Pinjol Menuai Sejumlah Kritikan