TEMPO.CO, Jakarta - Dua tahun telah berlalu sejak peristiwa tragis penembakan mantan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe nan mengguncang negeri Sakura. Abe ditembak pada 8 Juli 2022, saat memberikan pidato kampanye di Nara.
Abe dikenal sebagai salah satu pemimpin paling berpengaruh dan kontroversial dalam sejarah modern Jepang. Ia tidak hanya dikenang lantaran jasa-jasanya tetapi juga melalui peristiwa tragis nan merenggut nyawanya.
Mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe terbaring di tanah setelah ditembak dari belakang oleh seorang laki-laki selama kampanye pemilihan untuk 10 Juli 2022 Upper House election in Nara, western Japan, July 8, 2022. Insiden penembakan terhadap Abe merupakan pembunuhan pertama terhadap seorang pejabat alias mantan perdana menteri Jepang sejak era militerisme sebelum perang di tahun 1930-an. Kyodo via REUTERS
Kilas Balik Penembakan
Dilansir dari AP News, Abe ditembak dua kali saat memberikan pidato di jalanan di kota Nara pada Jumat pagi, 8 Juli 2022.
Petugas keamanan di letak sukses menangkap pelaku berjulukan Tetsuya Yamagami nan sekarang berada dalam tahanan polisi. Yamagami mengaku menembak Abe dengan senjata rakitan dan mengatakan bahwa dia mempunyai dendam terhadap golongan tertentu nan diyakininya mempunyai kaitan dengan Abe.
Selain itu, beberapa senjata rakitan lainnya serta bahan peledak ditemukan di rumah Yamagami setelah dilakukan penggeledahan oleh polisi. Yamagami menyatakan kepada penyelidik bahwa dia membunuh Abe lantaran mantan perdana menteri tersebut mempunyai hubungan dengan golongan kepercayaan nan dia benci.
Menurut pernyataan dan postingan media sosial nan dikaitkan dengan Yamagami, dia mengembangkan dendam lantaran ibunya telah memberikan sumbangan besar kepada Gereja Unifikasi nan membikin keluarganya ambruk dan menghancurkan hidupnya.
Penyelidikan pembunuhan ini mengungkap hubungan nan erat selama bertahun-tahun antara Partai Demokrat Liberal nan dipimpin Abe dan Gereja Unifikasi. Kakek Abe nan merupakan mantan Perdana Menteri Nobusuke Kishi telah membantu gereja tersebut pada 1960-an lantaran kepentingan berbareng dalam konservatisme dan anti-komunisme.
Iklan
Reaksi Publik dan Pemerintah
Perdana Menteri Jepang Kishida mengutuk serangan tersebut sebagai tindakan barbar dan jahat nan tidak dapat ditoleransi.
"Serangan ini adalah tindakan sadis nan terjadi selama Pemilu nan merupakan fondasi utama kerakyatan kita, dan sangat tidak dapat dimaafkan," kata Kishida sebelum kematian Abe dikonfirmasi, dilansir dari BBC.
Serangan ini memicu gelombang kemarahan dan kesedihan di seluruh Jepang, dengan banyak orang mengungkapkan keterkejutan dan kesedihan mereka di media sosial.
Abe nan lahir dalam family politik terkemuka dan menjadi perdana menteri terlama di Jepang telah memperkuat peran militer Jepang dan mempromosikan visi Indo-Pasifik nan bebas dan terbuka nan sekarang diwarisi oleh Kishida. Meskipun telah mengundurkan diri sebagai perdana menteri pada 2020, Abe tetap mempunyai pengaruh nan signifikan dalam politik Jepang.
Selain itu, Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen mengenang Abe sebagai pendukung Taiwan dan promotor pertukaran nan lebih dalam antara kedua belah pihak. Tsai mencatat bahwa Abe telah mengadvokasi buahpikiran "kontingensi Taiwan adalah kontingensi Jepang" seiring meningkatnya ketegangan antara pulau kerakyatan nan memerintah sendiri itu dan Cina.
Pilihan Editor: Sidang Tersangka Pembunuhan Shinzo Abe Ditunda Gara-gara Paket Mencurigakan