TEMPO.CO, Jakarta - BMKG menyampaikan, puncak musim tandus sebagian besar wilayah Indonesia terjadi pada Juli dan Agustus 2024. Namun, hujan tetap sering terjadi di banyak wilayah Indonesia. Padahal, musim hujan di Indonesia biasa terjadi pada bulan berakhiran “ber”, ialah September, Oktober, November, dan Desember.
Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG menanggapi, sebagian besar wilayah di Indonesia telah memasuki musim kemarau. Meskipun statusnya adalah musim kemarau, tetapi bukan berfaedah tidak bakal turun hujan sama sekali. Menurut Guswanto, hujan tetap bakal turun dengan intensitas di bawah 50 milimeter/dasarian.
“Betul sebagian besar wilayah Indonesia terjadi di bulan Juli dan Agustus 2024, ialah sebanyak 77,27 persen, dimana 63,95 persen lama musim kemarau diprediksi terjadi selama 3 hingga 15 dasarian. Meski demikian, bukan berfaedah dalam periode tandus tidak ada hujan sama sekali, tetapi ada hujan meski kisaran di bawah 50 milimeter/dasariannya,” kata Guswanto, pada 4 Juli 2024, seperti tertulis dalam laman BMKG.
Lebih lanjut, Guswanto mengatakan, potensi hujan di beberapa wilayah Indonesia tetap tinggi lantaran ada beberapa faktor. Potensi hujan disertai petir dan kilat ini dapat terjadi lantaran beberapa dinamika atmosfer tetap aktif berada di wilayah Indonesia. Adapun, dinamika atmosfer tersebut, ialah kejadian Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang ekuatorial Rossby Kelvin, pola sirkulasi siklonik, dan La Nina. Dinamika ini memperkuat potensi pembentukan awan penghujan sehingga Indonesia tetap dikirim hujan.
Tak hanya hujan, kombinasi pengaruh kejadian alias dinamika atmosfer tersebut diperkirakan tim meteorologi BMKG dapat menimbulkan potensi hujan berintensitas mulai dari sedang sampai lebat disertai kilat, petir, dan angin kencang. BMKG juga mengingatkan kebanyakan masyarakat provinsi Indonesia untuk mewaspadai cuaca ekstrem. Kondisi ini sempat diprediksi oleh BMKG terjadi pada 6 Juli 2024 dan 7 Juli 2024 silam.
BMKG menilai, kondisi tersebut juga menimbulkan akibat cuaca ekstrem kebencanaan hidro-meteorologi, seperti banjir, banjir bandang, angin puting beliung, tanah longsor dan sejenisnya. Meskipun saat berbarengan Indonesia bakal menghadapi puncak musim tandus pada medio Juli sampai September 2024, tetapi hujan dengan cuaca ekstrem tersebut dapat terjadi.
Iklan
“Fenomena atmosfer inilah nan memicu terjadinya dinamika cuaca nan berakibat tetap turunnya hujan di sebagian besar wilayah Indonesia,” ujar Guswanto.
Di sisi lain, Andri Ramdhani, Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG mengungkapkan, kombinasi pengaruh kejadian cuaca tersebut diprakirakan menimbulkan potensi hujan intensitas sedang hingga lebat disertai kilat alias angin kencang di sebagian besar wilayah Indonesia pada 5-11 Juli 2024. Adapun, pulau nan bakal mengalami cuaca tersebut, ialah Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau Maluku, dan Pulau Papua.
Andri mengimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai potensi hujan nan mengakibatkan musibah hidrometeorologi, terutama masyarakat pemukiman di perbukitan, dataran tinggi, dan wilayah aliran sungai. BMKG melalui Andri juga menyarankan kepada masyarakat untuk menabung air ketika hujan lebat turun.
Cara ini membikin masyarakat mempunyai persediaan air tawar ketika puncak musim tandus melanda. Meskipun musim hujan sudah datang sebelum bulan berakhiran "ber" tiba, tetapi masyarakat dapat memanfaatkannya untuk perihal positif.
Pilihan Editor: Deputi Bidang Meteorologi BMKG: Puncak Musim Kemarau pada Juli dan Agustus