TEMPO.CO, Jakarta - Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) berbahan fosil pelan-pelan dihilangkan. Sebagai gantinya, sedang dikembangkan bahan bakar nabati (BBN) nan bisa dibuat dari tanaman. Indonesia dikenal mempunyai keanekaragaman hayati nan kaya, termasuk lebih dari 60 jenis tanaman nan berpotensi menjadi bahan kreator BBN.
Salah satu BBN nan sedang terkenal adalah bioetanol. Bahan bakar itu dapat dihasilkan dari beragam bahan baku nan melimpah di Indonesia. Karena itulah, bioetanol termasuk ke dalam kategori bahan bakar terbarukan nan dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil.
Dilansir dari website Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada, Bioetanol dibuat melalui fermentasi bahan baku nan mengandung gula alias pati, seperti singkong, ubi jalar, tebu, dan jagung. Semuanya merupakan biomassa nan kaya karbohidrat dan berasal dari tanaman penghasil karbohidrat alias pati. Karena berasal dari tumbuhan, bioetanol diyakini sebagai bahan bakar ramah lingkungan nan bisa mengurangi pencemaran.
Bioetanol adalah etanol nan dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) dengan support ragi, terutama jenis Saccharomyces cerevisiae. Proses produksinya melibatkan beberapa tahap penting, termasuk fermentasi dan destilasi.
Dilansir dari ejournal.unsrat.ac.id, salah satu bahan kreator bioetanol nan baik adalah singkong. Sebab tanaman itu mempunyai kandungan pati nan tinggi di kisaran 60 hingga 70 persen. Dengan kandungan pati nan tinggi, semakin banyak glukosa nan tersedia untuk diubah menjadi etanol. Alhasil, etanol nan dihasilkan menjadi lebih banyak.
Bioetanol merupakan unsur nan punya banyak manfaat. Tidak hanya bisa menjadi bahan bakar, bioetanol juga bisa digunakan sebagai pelarut juga sebagai bahan minuman keras.
Ihwal penggunaannya sebagai bahan bakar, bioetanol dapat mengurangi emisi karbon monoksida (CO) secara signifikan dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Ini menjadikannya pilihan nan lebih ramah lingkungan, mengurangi polusi udara dan akibat negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
Bioetanol juga bisa meningkatkan oktan. Hasil penelitian menunjukkan, mencampurkan 10 persen bioetanol ke dalam bensin bakal meningkatkan nomor oktan premium menjadi sekira oktan 91 alias setara pertamax. Zat tersebut juga mudah dibuat dan tidak memerlukan biaya besar dalam produksinya. Bahkan bioetanol bisa dibuat dalam skala industri rumahan dan UMKM sehingga mudah dibuat masyarakat.
Pusat Studi UGM menyebutkan, untuk mengkonversi biomassa menjadi bioetanol diperlukan sejumlah langkah, yaitu:
1. Proses hidrolisis pati menjadi glukosa.
Pada langkah ini pati alias karbohidrat dihancurkan oleh enzim alias masam mineral menjadi karbohidrat nan lebih sederhana. Jika bahan baku nan digunakan buah-buahan mengandung gula tidak perlu dilakukan hidrolisis
2. Proses Fermentasi, alias konversi gula menjadi etanol dan CO2.
Jumlah dan kadar bioetanol nan dihasilkan sangat tergantung pada proses ini, oleh lantaran itu proses ini kudu dikontrol sehingga dapat dihasilkan bioetanol dalam jumlah banyak dan berkadar tinggi.
3. Memisahkan bioetanol dengan air
Proses distilasi untuk memisahkan bioetanol dari air sehingga diperoleh bioetanol dengan kadar 95-96%. Karena titik didih air berbeda dengan bioetanol, maka kedua komponen tersebut dapat dipisahkan melalui teknik distilasi.
Proses dehidrasi untuk mengeringkan alias menghilangkan sisa air di dalam bioetanol sehingga tercapai bioetanol dengan kadar lebih dari 99,5 persen (Fuel Grade Ethanol (FGE))
Pilihan Editor: Agar Kemenangan Besar Program Bioetanol Tercapai